Doa
Berikanlah suaramu
untuk subuh yang membuka kelopak Brahma.
Kabut biru pucat masih berbaris sederhana
menenun benangbenang yang merekatkan bulu mataku
dan lentik tatapanmu. Bukalah sepasang kidungku
yang telah disampaikan Hermes sang malaikat altar Olympia.
Cintaku padamu masih terjaga segala rumpun bahasa, mendekatlah
tubuhmu yang maya fana, kita berdua berkasihkasih di atas permadani kamboja untuk nyata.
Rosario
memintal air mata rindu memuaskan cintaku
pada setiap teguk takbir menyebut namamu dengan bersahaja.
Derap langkahku semakin menua renta, jarum arloji
serpih lirih memahat pusar semesta menjadi tiada.
Zat yang abadi
masih setia membaptis matahari dan rembulan
untuk kita menjadi selalu ada menyebut larik tubuhnya.
Sabtu, 31 Juli 2010
Pagi Merah Hiroshima
Pagi Merah Hiroshima
Ketika pukul 8.15 waktu jepang, bom atom dijatuhkan
Sakura
Berjubah darah
Terbakar
Geser sinar Ra
Kabuki sirna bumi
Kafan berpesta
Damai di bumi
perang melacur diri
Air mata lari
Manusia
Jiwa sempurna
Ajal moksa
Ketika pukul 8.15 waktu jepang, bom atom dijatuhkan
Sakura
Berjubah darah
Terbakar
Geser sinar Ra
Kabuki sirna bumi
Kafan berpesta
Damai di bumi
perang melacur diri
Air mata lari
Manusia
Jiwa sempurna
Ajal moksa
Dongeng Hantu
Dongeng Hantu
kepada penolakan atas teisme
Aku
akan
mengulurkan
darahku
pada bibirmu. Aku
akan pulang
lagi menemuimu
untuk kata
yang selayaknya
kau dapatkan
dari hatiku
yang tergenang rindu.
Angin, kenanglah suara-Ku di Sinai,
berdoalah untuk cinta,
dia telah membatu di Hira.
Api, bawalah Adam Hawa berjejak
menemui Zarathustra,
sabda kasihnya
telah luluh kikis
pada cahaya Gaza.
Hantu, ambil
saja jantungku,
akan ada
getah Feuerbach
pada semilir detak dunia.
Bungabunga surga
tidak pernah mengerti sukmanya, berdoalah
pada sepotong mimpi yang akan membangunkanmu
dari coretan binal ilusi-Ku. Aku
adalah hantu pada setiap airmata hijau
yang membuka mahkotanya.
Imajinasimu sepenuhnya milik-Ku.
kepada penolakan atas teisme
Aku
akan
mengulurkan
darahku
pada bibirmu. Aku
akan pulang
lagi menemuimu
untuk kata
yang selayaknya
kau dapatkan
dari hatiku
yang tergenang rindu.
Angin, kenanglah suara-Ku di Sinai,
berdoalah untuk cinta,
dia telah membatu di Hira.
Api, bawalah Adam Hawa berjejak
menemui Zarathustra,
sabda kasihnya
telah luluh kikis
pada cahaya Gaza.
Hantu, ambil
saja jantungku,
akan ada
getah Feuerbach
pada semilir detak dunia.
Bungabunga surga
tidak pernah mengerti sukmanya, berdoalah
pada sepotong mimpi yang akan membangunkanmu
dari coretan binal ilusi-Ku. Aku
adalah hantu pada setiap airmata hijau
yang membuka mahkotanya.
Imajinasimu sepenuhnya milik-Ku.
Label:
atheis,
imajinasi,
puisi hantu
Sabtu, 10 Juli 2010
Elegi Perpisahan
Elegi Perpisahan
1.
Bibirmu yang memetik
bianglala itu nestapa.
Dia mencari zirahku
dengan air mata yang berlari.
Kemudian dia mengalungkan
pada leherku rantai padma.
Kumenanti kepulanganmu
saat nisanku masih bersembunyi.
Tubuhku mengusap kaca bianglala yang abadi.
2.
Aku tersedusedan
saat penantian melakukan
pembiasan. Kicau kebersamaan
telah layu lesu. Aku
masih tak mengerti saat rindu
memanggil namamu yang berpaling
batu. Matahari dan rembulan esok
menembang kemungkinan. Pertemuan
adalah perpisahan yang tertunda.
Segala deru napas kembali pada
ujung titik katakata.
1.
Bibirmu yang memetik
bianglala itu nestapa.
Dia mencari zirahku
dengan air mata yang berlari.
Kemudian dia mengalungkan
pada leherku rantai padma.
Kumenanti kepulanganmu
saat nisanku masih bersembunyi.
Tubuhku mengusap kaca bianglala yang abadi.
2.
Aku tersedusedan
saat penantian melakukan
pembiasan. Kicau kebersamaan
telah layu lesu. Aku
masih tak mengerti saat rindu
memanggil namamu yang berpaling
batu. Matahari dan rembulan esok
menembang kemungkinan. Pertemuan
adalah perpisahan yang tertunda.
Segala deru napas kembali pada
ujung titik katakata.
Kekasihku Adalah Aku
Kekasihku Adalah Aku
1.
Kasihku, aku mabuk menuju pintumu.
Sembilansembilan waktu tubuhku berkumur rindu. Ketika
dirimu datang saat nyata dalam tiada. Kau melihatku;
pada matamu bercahaya cinta yang bersahaja. Aku
semakin mencintaimu kendati sukma hancur debu.
Bibirku berpaling menggengam bibirmu untuk satu.
2.
Kasihku, aku menghirup tangis dan tawa setiap warna. Dirimu
menemani canda dan duka. Perlukah
itu semua menemani warna udara?. Dirimu
hanya membisu malu mencium zarahku.
Aku semakin mencintaimu kendati matahari terbakar salju.
Mataku berbicara memeluk matamu untuk satu.
3.
Kasihku, dengan sarangmu aku terlelap. Dengan
langitmu aku terbang senyap. Matamu
sepasang mataku. Bibirmu sepenuh rinduku.
Tubuhku mengilat memanggul napas dunia.
Perayaan gugur bercampur baur; yang nyata hanya cinta.
Hidungku menghisap hidungmu untuk satu.
1.
Kasihku, aku mabuk menuju pintumu.
Sembilansembilan waktu tubuhku berkumur rindu. Ketika
dirimu datang saat nyata dalam tiada. Kau melihatku;
pada matamu bercahaya cinta yang bersahaja. Aku
semakin mencintaimu kendati sukma hancur debu.
Bibirku berpaling menggengam bibirmu untuk satu.
2.
Kasihku, aku menghirup tangis dan tawa setiap warna. Dirimu
menemani canda dan duka. Perlukah
itu semua menemani warna udara?. Dirimu
hanya membisu malu mencium zarahku.
Aku semakin mencintaimu kendati matahari terbakar salju.
Mataku berbicara memeluk matamu untuk satu.
3.
Kasihku, dengan sarangmu aku terlelap. Dengan
langitmu aku terbang senyap. Matamu
sepasang mataku. Bibirmu sepenuh rinduku.
Tubuhku mengilat memanggul napas dunia.
Perayaan gugur bercampur baur; yang nyata hanya cinta.
Hidungku menghisap hidungmu untuk satu.
Penghabisan
Penghabisan
Sayupsayup rusuk kepak meretak.
Napas mengembus zarah senyap sekap.
Remuk luluh paduan suara renda renta.
Yama datang juga bertakhta harum wangi kamboja.
Punah binasa sengketa jiwa. Kabur samar
jejak langkah terbakar. Jari temali hyang
merenggut cabut akar ingkar. Tubuhku
direbus tak empuk walau lekuk pecah patah.
Aku mau mendua dunia.
Lonceng meraungraung mengutuk tiada.
Tubuhku terkapar melepas masa samar.
Aku menagih segala janji bait kekal
agar jejak bermakna guntur.
Sayupsayup rusuk kepak meretak.
Napas mengembus zarah senyap sekap.
Remuk luluh paduan suara renda renta.
Yama datang juga bertakhta harum wangi kamboja.
Punah binasa sengketa jiwa. Kabur samar
jejak langkah terbakar. Jari temali hyang
merenggut cabut akar ingkar. Tubuhku
direbus tak empuk walau lekuk pecah patah.
Aku mau mendua dunia.
Lonceng meraungraung mengutuk tiada.
Tubuhku terkapar melepas masa samar.
Aku menagih segala janji bait kekal
agar jejak bermakna guntur.
Dongeng Taman Matahari
Dongeng Taman Matahari
Kepada TRW/KDT/2010
Angin yang pulas meniupkan daundaun
bertilam rimis debu kelabu. Dilukisnya
deraiderai pasir waktu yang menerbangkan
rahasia secangkir genta. Seketika
embun subuh terkupas terik lurik
tangis matahari.
Penyihir rabu
datang dengan langkah siput merajam
gelap lelap senyap. Gitagitanya
menenun lukaluka maha waktu.
Langkahlangkahnya terdengar
lambat layu menembus kabut kota
memintal bilikbilik tua yang luluh lantak.
Dia meniupkan kelahiran di gurun kutukan,
kelahiran membuka jari mengupas kematian.
Mantra membuka pintu
setelah penyihir rabu
membatu di relung candi. Dia
menari telanjang memahat kehidupan
yang memetik nisan. Manusia bingung
melubangi selubung dinding
mencari dasar keabadian, para
raja mantra menunggu penghakiman
atas kehidupan di taman masyar. Matahari
tak jemu memingit kincir musim Agni. Bumi semakin
meluka direbus seribu cambuk Bathara Surya.
Kepada TRW/KDT/2010
Angin yang pulas meniupkan daundaun
bertilam rimis debu kelabu. Dilukisnya
deraiderai pasir waktu yang menerbangkan
rahasia secangkir genta. Seketika
embun subuh terkupas terik lurik
tangis matahari.
Penyihir rabu
datang dengan langkah siput merajam
gelap lelap senyap. Gitagitanya
menenun lukaluka maha waktu.
Langkahlangkahnya terdengar
lambat layu menembus kabut kota
memintal bilikbilik tua yang luluh lantak.
Dia meniupkan kelahiran di gurun kutukan,
kelahiran membuka jari mengupas kematian.
Mantra membuka pintu
setelah penyihir rabu
membatu di relung candi. Dia
menari telanjang memahat kehidupan
yang memetik nisan. Manusia bingung
melubangi selubung dinding
mencari dasar keabadian, para
raja mantra menunggu penghakiman
atas kehidupan di taman masyar. Matahari
tak jemu memingit kincir musim Agni. Bumi semakin
meluka direbus seribu cambuk Bathara Surya.
Elegi Orpheus
Elegi Orpheus
Datanglah angin dan debu
karena tanah terbakar
hanya mengenal bara. Cinta
yang kini bersemayam di hati
bersinar berjubah api. Peluklah
tanganku dan tinggalkan
sisasisa airmata
di mahkota Hades, Kerberos
memburu menenggelamkan dalamdalam
pertemuan sepadan rindu.
Orpheus,
darahmu menderuderu,
buluh nadimu beku salju,
ketidaksabaran bertumpu padu
hanya memuai ketiadaan.
Kepingkeping tubuh kita lekat erat melukis kekalahan.
Kolam neraka
tak mengenal kebutaan cinta,
seketika kamarinskaya
mengalun menangis pijar renjis gerimis remis.
Sabda paruh panah Eros dikutuk dicemburui Eris,
Eurydicia terlelap dalam sangkar Persephoneia.
Jangan tatap masa lalu
karena mataku sepasang kupukupu.
Datanglah angin dan debu
karena tanah terbakar
hanya mengenal bara. Cinta
yang kini bersemayam di hati
bersinar berjubah api. Peluklah
tanganku dan tinggalkan
sisasisa airmata
di mahkota Hades, Kerberos
memburu menenggelamkan dalamdalam
pertemuan sepadan rindu.
Orpheus,
darahmu menderuderu,
buluh nadimu beku salju,
ketidaksabaran bertumpu padu
hanya memuai ketiadaan.
Kepingkeping tubuh kita lekat erat melukis kekalahan.
Kolam neraka
tak mengenal kebutaan cinta,
seketika kamarinskaya
mengalun menangis pijar renjis gerimis remis.
Sabda paruh panah Eros dikutuk dicemburui Eris,
Eurydicia terlelap dalam sangkar Persephoneia.
Jangan tatap masa lalu
karena mataku sepasang kupukupu.
Telaga Segaran
Telaga Segaran
Kau datang lagi,
seketika sepertiga subuh
pergi menyepi lengang senyap.
Senyum angin
menerbangkan tubuhku menembus
bayangbayang kabut fatamorgana
biru lebam putih pucat pasi, lalu
kelana menyeru percakapan tak berima.
Waktu bersaksi
enam matahari dan tujuh rembulan,
Aquarius menuangkan amerta
pada ranjang kota surya wilwatikta.
Riakriak air yang berlari pecah rebah,
mendekatkah padaku kasihku, Aku
hanya ingin mengalunkan tubuhku
pada desir napas paru rabumu.
Kau datang lagi,
seketika sepertiga subuh
pergi menyepi lengang senyap.
Senyum angin
menerbangkan tubuhku menembus
bayangbayang kabut fatamorgana
biru lebam putih pucat pasi, lalu
kelana menyeru percakapan tak berima.
Waktu bersaksi
enam matahari dan tujuh rembulan,
Aquarius menuangkan amerta
pada ranjang kota surya wilwatikta.
Riakriak air yang berlari pecah rebah,
mendekatkah padaku kasihku, Aku
hanya ingin mengalunkan tubuhku
pada desir napas paru rabumu.
Ode Untuk Bumi
Ode Untuk Bumi
1.
Waktu
terlampau deras mengalir
mengecap detik rintik arloji
tak bertepi. Seketika di kota
lilinlilin masih setia bersandar
pada relung sarang gundah pecah menyekap senyap sepi.
Burungburung yang berlainlainan cermin
berlari lalu bertemu menempa merajut
sepotong cinta, lalu tubuh
melabuhkan seloka merebut
mimpimimpi yang tak pasti.
Pada hening bening tanah terjanji
cinta telah diarcakan pada pembuluh nadi,
hanya cinta setelanjang bumi yang padat
akan terkunci rapat erat pada palung ranjang hati.
2.
Musimmusim tercekik
lalu membisu melepas rintih ringkih
perawan pertiwi sekelebat kilat
permintaan rimba daun dan kayu
yang telah tersampaikan kepada
titik rintik abu debu; padang lapang
kerontang menunggu di depan pintu.
Untuk mata tuhan yang terakhir di puingpuing
jaman perkampungan batu, panjipanji
sepasang eden berpatahan lepas bebas
mencari tempat beradu melahirkan
telurtelur natal yang membasuh air mata.
Angin pun datang membawa pesan majelis tuhan
yang tak sempat tersampaikan;
bumi masih setia mempersiapkan liang pencar senyapnya,
bercintacintalah dengan berjabat erat memeluk kerinduan
yang membuat kita selalu berada.
1.
Waktu
terlampau deras mengalir
mengecap detik rintik arloji
tak bertepi. Seketika di kota
lilinlilin masih setia bersandar
pada relung sarang gundah pecah menyekap senyap sepi.
Burungburung yang berlainlainan cermin
berlari lalu bertemu menempa merajut
sepotong cinta, lalu tubuh
melabuhkan seloka merebut
mimpimimpi yang tak pasti.
Pada hening bening tanah terjanji
cinta telah diarcakan pada pembuluh nadi,
hanya cinta setelanjang bumi yang padat
akan terkunci rapat erat pada palung ranjang hati.
2.
Musimmusim tercekik
lalu membisu melepas rintih ringkih
perawan pertiwi sekelebat kilat
permintaan rimba daun dan kayu
yang telah tersampaikan kepada
titik rintik abu debu; padang lapang
kerontang menunggu di depan pintu.
Untuk mata tuhan yang terakhir di puingpuing
jaman perkampungan batu, panjipanji
sepasang eden berpatahan lepas bebas
mencari tempat beradu melahirkan
telurtelur natal yang membasuh air mata.
Angin pun datang membawa pesan majelis tuhan
yang tak sempat tersampaikan;
bumi masih setia mempersiapkan liang pencar senyapnya,
bercintacintalah dengan berjabat erat memeluk kerinduan
yang membuat kita selalu berada.
Label:
cinta,
Ode untuk bumi,
puisi bumi,
tuhan
Kelupas Sayap Senja
Kelupas Sayap Senja
Senja
mengelupaskan sayapnya,
adakah tubuhmu memetik rasa itu kasihku,
seperti desir bibirmu meneguk cintaku terbenam karam
sampai lesung relung pembuluh nadimu. Di petang suram lebam,
matahari mengidung kumandang perpisahan akan ketiadaan.
Demikianlah maha bertakhta sunyi sekap senyap telah disabdakan.
Derau ricik titik bintang telah perlahan menitahkan bulan terbentang meniupkan sitarsitar kegelapan. Simfoni senja masih akan membuka sayapnya yang terluka,
esok rasi kita masih terlelap membangun gerimis di pelupuk hati. Pelitapelita semesta
bergantiganti menerangi malam hitam pekat buta.
Senja masih setia mematahkan sayapsayapnya.
Manusia masih setia memecah remah kelir cinta.
Senja
mengelupaskan sayapnya,
adakah tubuhmu memetik rasa itu kasihku,
seperti desir bibirmu meneguk cintaku terbenam karam
sampai lesung relung pembuluh nadimu. Di petang suram lebam,
matahari mengidung kumandang perpisahan akan ketiadaan.
Demikianlah maha bertakhta sunyi sekap senyap telah disabdakan.
Derau ricik titik bintang telah perlahan menitahkan bulan terbentang meniupkan sitarsitar kegelapan. Simfoni senja masih akan membuka sayapnya yang terluka,
esok rasi kita masih terlelap membangun gerimis di pelupuk hati. Pelitapelita semesta
bergantiganti menerangi malam hitam pekat buta.
Senja masih setia mematahkan sayapsayapnya.
Manusia masih setia memecah remah kelir cinta.
Langganan:
Postingan (Atom)