Sabtu, 10 Juli 2010

Ode Untuk Bumi

Ode Untuk Bumi

1.
Waktu
terlampau deras mengalir
mengecap detik rintik arloji
tak bertepi. Seketika di kota
lilinlilin masih setia bersandar
pada relung sarang gundah pecah menyekap senyap sepi.

Burungburung yang berlainlainan cermin
berlari lalu bertemu menempa merajut
sepotong cinta, lalu tubuh
melabuhkan seloka merebut
mimpimimpi yang tak pasti.
Pada hening bening tanah terjanji
cinta telah diarcakan pada pembuluh nadi,
hanya cinta setelanjang bumi yang padat
akan terkunci rapat erat pada palung ranjang hati.

2.
Musimmusim tercekik
lalu membisu melepas rintih ringkih
perawan pertiwi sekelebat kilat
permintaan rimba daun dan kayu
yang telah tersampaikan kepada
titik rintik abu debu; padang lapang
kerontang menunggu di depan pintu.

Untuk mata tuhan yang terakhir di puingpuing
jaman perkampungan batu, panjipanji
sepasang eden berpatahan lepas bebas
mencari tempat beradu melahirkan
telurtelur natal yang membasuh air mata.
Angin pun datang membawa pesan majelis tuhan
yang tak sempat tersampaikan;
bumi masih setia mempersiapkan liang pencar senyapnya,
bercintacintalah dengan berjabat erat memeluk kerinduan
yang membuat kita selalu berada.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar